Angin berhembus membelai wajah-wajah lugu penuh dosa, kurasakan dingin malamnya kota Bogor seperti biasanya.
Mari kita duduk berbincang dengan merendahkan suara dan kita lewati
malam ini dengan pembahasan seperti pada debar pertama kali kita berjumpa.
Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, sepertinya baru kemarin aku menemukanmu; di sini, wujud yang takkan pernah terganti
dan ingatan selalu menari-nari di tempat kita pertama kali menjatuhkan hati.
Ku rebahkan lara, ku sandarkan kepala diantara dempetan kau punya paha.
Penyair amatir muda itu tertidur di ruang tunggu senat.
Mimpinya telah terbang dan mendarat di asa pangkuan kekasihnya.
Raga terbujur di bangku panjang koridor kampus.
Sukmaku menggapai
sukmamu, larut dalam desir angin menggigilkan diredam api unggun
perapian pemanggang ikan di depan ruang himpunan.
Kenangan masuk melalui pori-pori kulit, hingga membuat ngilu pada jengkal
tulang.
Kekasih mendekaplah, rangkulan kecil tanganmu menghangatkan.
Biarlah cinta saling mencumbuhi dan sayang saling menelanjangi, melihat kekurangan sebagai kelebihan yang bisa saling kita banggai.
Bakar, isap, rasakan asap masuk ke aliran darah dan paru-parumu, berjanjilah sayang ini batang terakhir untuk malam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar