Kini aku seperti orang asing yang merasa asing di pilihan dan perjalanannya sendiri. Telanjanglah kekasih dalam kebenaran dibanding memakai jubah emas kepalsuan. Beritahu aku di bagian mana aku telah alpa tak mencoba memahamimu.
Aku orang salah paling bersalah, menemukanmu adalah kesalahan berlapis yang mungkin patut aku syukuri. Jangan mereka-reka, sejauh kau masuk ke dalam hidupku sejauh itu pula aku berbekal teduh matamu akan sabar menyayangimu. Rayulah aku mungkin aku takkan mempercayaimu, kritiklah aku mungkin aku takkan
menyukaimu, tapi cintailah aku mungkin aku akan lebih mencintaimu. Pada kursi taman yang tegap berdiri sendiri dan sebuah lampu di tengah kolam telah melengkapi sebuah musim. Musim yang memberiku banyak tanda tanda, berhenti atau melanjutkan perjalanan.
Kamis, 27 Desember 2012
Rabu, 26 Desember 2012
Mungkin Aku Adalah Keputusan yang Telat Kau Sadari
Aneh, mengapa aku?
Banyak wanita menuju dan berada di sekelilingmu. Awalnya adaku selalu ditiadakan. Aku selalu menjadi deret terakhir orang yang kamu prioritaskan. Aku sangat jauh dari kriteriamu. Aku selalu dianak tirikan. Aku adalah objek penderita, hanya pelengkap kalimat tentangmu, sedang aku selalu menuliskanmu sebagai subjek pertamaku. Aku menemukanmu yang tengah mencari selain aku. Sampai menghitam keningku bersujud dan luka lututku meminta kamu. Kamu adalah Nazar yang sudah terlanjur aku ucapkan.
Kamis, 13 Desember 2012
Pukul Telak
Mungkin wanita berkepala batu sudah ditakdirkan Tuhan dengan pria lembut. Tapi kelembutan pria ada batasnya ketika alkohol dan zat lainnya masuk ke dalam tubuh, jantung berpicu lebih cepat dari biasanya dan otak sudah tidak dapat berpikir rasional, saat itulah seorang pria lembut sekalipun bisa mencakar wanitanya sendiri. Apa yang dipikirkan wanitanya ketika itu, bergegas menemui kekasihnya karena takut prianya ingkar janji tidak datang menemuinya atau datang tapi tidak tepat waktu dan datang pada kondisi terburuknya. Pertengkaran akhirnya berkecamuk, adu argument yang tidak ada juntrungannyapun tak dapat dihindari, emosi yang tidak bisa terkontrol membuat dua-duanya baku hantam, wanita itu tidak bisa membalas prianya memukul, keluarganya pun turun tangan. Pria itu dipukul babak belur tidak melawan, hidung dan mulutnya keluar darah, wanitanya sempat memeluk dan membasuh darahnya tetapi dalam hati senyum kegirangan. Setelah perkara, wanita itu seharusnya menjauhi prianya, tetapi bersikukuh tidak mau. Jadi buat apa adegan sia-sia tersebut. Keburukan mereka satu sama lain hanya sekejap membuat mereka tertegun, lalu mereka kembali lupa diri. Kembalilah mereka kembali untuk mengulangi tragedi yang sifatnya serupa, kembali yang pada akhirnya hanya untuk berpisah jua.
Kamis, 06 Desember 2012
Kecupmu di Larut Itu Ternyata Untuk yang Terakhir
Kamu adalah partner ciuman dan diskusiku yang menenangkan sekaligus menyenangkan. Harimu berisi banyak keluhan, sepertinya jika di dekat aku kamu bisa lebih sedikit lepas. Pesona bulan malam itu tergerus pagutan lidahmu, diiringi dinginnya cuaca seperti membasuh lembut tengkuk dan leherku. Hempaskan aku ke bangku sempit mobilmu kala itu hingga titik
terperihnya. Dalam rinai hujan mengingatkan akan desahmu yang tak mungkin ku lupa,
ada rona merah pada gigil bibir yang tak mampu berontak untuk ku lumat. Suaraku terdengar parau berkata bahwa jangan lakukan ini ku takut benar-benar menjatuhkan hati padamu, namun gema debarmu bahkan lebih kencang dari keramaian tempat lokalisasi malam. Pada bibirmu yang kau sematkan racun perlahan ku sesap habis dan akupun mati kau tak beri aku penawar. Kau berkata padaku, cumbumu malam itu merupakan yang terakhir,
ku anggukkan kepala tanda setuju sambil merebah dan tak berdebar lagi. Seorang pria berdoa agar mendapatkan wanita yang baik dan terakhir dalam hidupnya setelah mencampakkan sahabat sekaligus teman kencan terbaiknya.
Selasa, 04 Desember 2012
Adanya Kita Ditiadakan
Semua orang pernah berduka, hanya merayakan kesedihannya saja dengan cara yang berbeda-beda. Telah ku berikan setengah lebih banyak dari keseluruhan hidupku padamu dan kau bilang hanya, begitu pula sebaliknya. Aku memang wanita pembuat ulah berkali-kali berbuat salah lalu meminta maaf tidak juga menjadikannya jera, kaupun sama. Adakah yang lebih mengkhawatirkan dibandingkan kepala kita yang semakin membatu,
otak kita yang kian membebal dan telinga kita yang berangsur menolak saling mendengar?. Pada diamnya kita mungkin menandakan bahwa pikiran dan hati masing-masing sama-sama riuh dan sedang kencang-kencangnya meneriakkan sesuatu, sesuatu yang mulai lelah namun lengan enggan saling melepas jua.
Langganan:
Postingan (Atom)