Tuhan, tidak kah kau lihat ada pria kurus bertelinga panjang yang duduk satu jengkal bersebelahan dengan aku. Mendadak aku menyukainya, parasnya lembut pagi, matanya sejuk embun.
Tuhan, jarak beberapa bangku juga ada.
Tubuhnya gempal lucu, rautnya redup senja, matanya lembut manja.
Aku ingin juga.
Tuhan, Tuhan...
Lihat itu radius beberapa meter, tubuhnya tinggi ideal, kulitnya putih susu, kacamata hitamnya sangat trendi.
Lihat itu radius beberapa meter, tubuhnya tinggi ideal, kulitnya putih susu, kacamata hitamnya sangat trendi.
Tuhan itu ada lagi,
pria yang ku lihat depan cermin membelakangiku sedang memegang buku, pria berparas pintar bergurat sendu, dengan laku sangat pendiam.
Atau yang di luar itu saja Tuhan?
pria berdada bidang sangat rupawan, tegap badannya pasti dapat mendekapku erat hangat.
Atau ia saja Tuhan? atau dia?
Atau yang ini atau yang itu saja, oh Tuhan aku bingung.
Ah, Tuhan sudah hampir larut.
Aku harus pulang.
Besok lagi kita lanjutkan permainannya.
Sepertiga malam ini, sepertinya ada sajadah yang rindu akan keningku.
Tapi aku tetap hanya ingin berdoa untuk seseorang yang bersama saat mendaki, menemani saat terjal hidupku. Untuk dia pria yang terlanjur aku cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar