Rabu, 05 Maret 2014

Yang Berkata "Aku Takut Kehilanganmu" pada Akhirnya Akan Pergi Juga

Gula-gula dari sakuku mungkin tak cukup mentol dibanding permenmu hingga kau menolak, tapi kuyakin brondong jagung karamel kesukaanku lebih nikmat dibanding keripik kentang vetsinmu, atau tak ada yang lebih menyehatkan daripada air putih yang kugenggam dibanding minuman lemon olahan yang kau pesan. Lalu lampu padam menandakan pertujukan teater akan dimulai. Aku tak tahu kita sedang menonton apa, tapi yang pasti kepalaku memutar segalanya tentangmu kala itu.

Pertunjukan usai, seperti biasa kita tak tahu entah ke mana lagi untuk sekadar melewati hari agar tetap bersama. Katamu, bagaimana kalau kita mengitari Jakarta dengan kendaraan umum dan ternyata itu bukan ide yang buruk, hujan di luar jendela dan pendingin kendaraan yang terasa gigil tapi perasaan di hati masing-masing dari kita, tak kah kau rasa begitu hangat.
Suatu hari, kita akan sama-sama lupa tentang hari itu. Hari di mana cinta tak hanya cukup dirasa tapi juga harus dikata.
Aku suka rumah tapi tak menolak penginapan.
Di lain hari selain jariku, tidak ada yang rela kotor mengerik punggungmu setabah aku, merawat luka dan keluhmu sesadar aku, sekalipun kawan-kawanmu yang selalu kau banggakan itu yang jika kau sakit saja tak ada satupun yang berkesempatan mengunjungimu.
Setelah peluhku jatuh, mengapa ku kau punggungi.
Lalu aku mulai membencimu dan hal-hal sementara lainnya.
Sekalipun waktu bisa dibeli, Tuhan.. aku ingin tetap begini, cukup hatiku yang hancur tapi tidak dengan keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar