"Sehabis Hari Raya kau jadi ke Jakarta kan?"
"Iya."
"Tanggal berapa tepatnya?"
"Aku belum tahu."
"Kalau kau ke Jakarta seperti rencana kita semula? kita akan bertemu bukan? dan beberapa hari akan menghabiskan waktu bersama."
"Ng..."
"Ng..."
"Kalaupun aku bertemu denganmu nanti, sesungguhnya aku tak sanggup, bukan
hanya tak kuasa sekadar melihat matamu, sesungguhnya aku tak rela ketika
kau melewati hari bersamaku dan esoknya kau tertidur di dekap
kekasihmu. Kau pasti bingung, akupun Za. Bagaimana bisa aku mencintaimu, seseorang yang jelas-jelas milik orang lain. Aku benci perselingkuhan, tapi kau boleh selingkuh jika pasanganmu tak
baik, sedang ku tahu pasanganmu amat baik dan mencintaimu lebih dari aku
mencintaimu. Mencintaimu sama halnya merubuhkan prinsip dan harga diriku sendiri. Jujur, aku mengutuk ciuman kita waktu itu kalau perasaanku harus jadi
seperti ini, tapi aku tahu aku, aku seseorang yang tak pernah
menyesali apa yang sudah terjadi. Tapi kita sama-sama tahu, terkadang kita tak bisa mengontrol perasaan sendiri, terlebih perasaan orang lain, seperti halnya kau tak dapat melarangku untuk berhenti mencintaimu atau paling tidak sekadar berhenti memikirkanmu, atau yang lebih sederhana berhenti menuliskanmu, seperti tulisan ini."
"Iya, aku juga cinta kamu"
"Iya, aku juga cinta kamu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar