Rabu, 05 Agustus 2015

Yang mana Esa

Saya menemuinya di depan mesin penarik uang di suatu siang yang terik. Lawan jenis yang mempunyai rambut ikal panjang dan berantakan selalu saja dapat membuat seorang saya tertarik. Saya mempercayai bahwa penampilan adalah cerminan diri. Orang yang cenderung tidak rapi pasti mencintai kebebasan dan keapa adaan. Namanya Esa, nama panjangnya tak kalah indah dengan nama-nama yang pernah saya dengar, malah sangat menakjubkan, tapi tidak akan saya sebutkan di sini. Pemain cello
berumur satu tahun di bawah umur saya. Laki-laki yang sangat pandai walau tidak lulus kuliah filsafat, mencoba bekerja pada waktu itu tetapi ditolak karena alasan terlalu muda; no formal tittle and too smart. Cerdas nampak dari instrument-instrument lagu yang diciptakannya. Dia berbicara dengan cepat dan tanpa jeda. Dia dominan dan bisa dibilang sangat. Dia menceritakan pekerjaannya sebagai creative director sekarang ini. Sebelumnya dia pernah bekerja di industri perfilman di Cannes Perancis, lalu meneruskan scholarship S3 di Switzerland walau diakuinya hanya sebagai curiousity dan legalitas. Dia menceritakan segala, bahkan yang tidak ingin saya dengar sekalipun: personal matters yang mendalam, orientasi sexual, marginal intepretas, persepsi yang tendensius, karakter, justifikasi serta selera.

Dia berbicara kita semua adalah objek untuk orang lain, tak terkecuali dia salah satunya, karena Esa hanya tokoh yang ada di dalam pikiran saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar