Sebut saja namanya Diblablabla, nama yang memang terdengar pasaran, rasa-rasanya aku punya kawan yang namanya sama dan hampir sekitar kurang lebih 5 orang mungkin. Waktu itu kita bertemu karena urusan bisnis, dia CEO suatu ahensi yang tidak begitu besar di bilangan Jakarta Selatan dan producer untuk PH yang dibuatnya bersama teman-temannya. Kami akan mendiskusikan beberapa project yang mungkin bisa kita lakukan bersama.
Setelah berjabat tangan denganku dia izin ke kamar mandi, pasti mau merapihkan rambut atau pakaian, gumanku dalam kepala. Lalu diskusi malam itu dimulai dari kedai kopi berlanjut ke kedai makan 24 jam, di pinggir jalan hingga taksi di mana dia mengantarkan ku pulang.
Semua lancar dan terlihat seperti kencan. Mungkin dia kesepian atau memang butuh kawan berbincang karena bicaranya terlalu banyak sampai aku tak diberi kesempatan, bahkan giliran aku bicara dia seolah-olah pernah melakukannya juga. Katakan lah aku pernah melakukan wawancara dengan salah satu CEO e-commerce sangat tampan di Indonesia dan ternyata CEO itu kawannya atau aku membicarakan usahaku dengan mempekerjakan banyak seniman gambar dan dia mahir menggambar dan punya usaha itu juga. Dia sangat banyak pengalaman dan mahir akan beberapa bidang tapi membuatnya jadi terlihat sedikit pongah atau bahkan terlalu percaya diri.
Tapi kabarnya, ‘terlalu’ itu menunjukan keinsecuran diri lho, tapi entahlah. Malam itu aku lebih banyak diam dan mendengarkan sambil berkata dalam batin aku ingin cepat pulang karena merasa kurang nyaman. Tapi karena dia baik, itu bisa jadi penyeimbang dan yang pasti dia sangat mengangumiku, betapa dia sangat memujiku, ah dasar perempuan selalu saja terlena oleh gombalan walau kacangan.
“Aku salut lho di zaman yang serba digital ini, masih ada wanita menarik yang rajin berpuasa.”
“Hmm.. sebenarnya ceritanya panjang, kemarin aku sempet agnostic, tapi karena satu dan beberapa hal aku percaya lagi sama kekuatan doa dan Tuhan. Aku berdoa siang dan malam cuma mau diberi lupa akan seseorang, ketika aku gelisah dan gak bisa tidur aku berdoa, puasa dan sholat malam, lalu semuanya terasa lebih menenangkan. Kemarin adalah pengalaman bersama seseorang yang paling buruk versiku dan titik terendahku dalam cinta, tapi untung sudah lewat.”
“Kalau aku kayaknya udah ngerasain apa aja, kecuali menikah. Nikah, yuk!”
“Hahaha, orientasiku saat ini bukan menikah, tapi berkarya”.
“Berkarya kan cuma akal-akalan kamu doang buat nolak orang yang gak kamu suka. Lagipula kalau kamu nikah sama aku, aku bisa aja akan menjadi titik tertinggi dari karya-karya kamu, dengan menikah kita dapat berkarya bahkan berbisnis seumur hidup.”
“Terdengar sangat jemawa, sedikit indah dan mungkin menyenangkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar