Jumat, 30 Mei 2014

Mari Kita Akhiri Segala dari Banyaknya Hal yang Dimulai dengan Keliru

Cerita kali ini ku pastikan tidak akan pernah lebih kompleks dari yang pernah ku alami sekitar enam tahun yang lampau.

Cerita tentang ikatan dan hubungan emosional dengan seseorang dan dua orang teman terdekatnya itu menyimpan rasa dan menaruh harap padamu juga. Mereka tahu orang terdekatku kala itu tak baik, tapi mereka hanya bisa diam, seperti ingin mengisyaratkan tapi tak tahu dengan cara apa dan bagaimana. Mereka berdua datang bergantian di kehidupanku, di kediamanku, mereka dengan bangga dan tak pernah ragu mengenalkanku pada keluarga, saudara maupun kawan-kawannya yang lain padahal aku banyak kurangnya dan situasinya aku bukan apa-apa di hidupnya dan siapa-siapa di dunianya kala itu. Waktupun bergulir panjang dan cukup lambat sampai akhirnya aku pisah dengan orang terdahuluku dan memutuskan bersama salah satu di antaranya, tapi di sini bukan itu yang ingin kuceritakan.

Ini tentang sepersamaan atau mungkin juga tidak, tapi yang pasti ku tahu cerita ini takkan berlangsung lama dan berujung indah.
Kurang lebih dua bulan lalu, aku mengenal seorang pria kekasih orang yang secara karakter serupa denganku, keras dan berpikiran jauh ke depan, selalu berpikir yang buruk-buruk terlebih dahulu agar jika yang buruk terjadi sudah dapat diantisipasi, kita seAamiin dalam hal itu. Jika pada tubuh kita terdapat energi, mungkin aku dengannya berkutub positif-positif atau negatif-negatif. Banyak hal yang kita bahas, kita alami dan lalui bersama, sejauh ini dia kawan yang menyenangkan sampai akhirnya tiba-tiba dia menghilang ketika keadaanku memburuk karena masalah pekerjaan.
Ketika aku mengenalnya, dia tipe orang yang mengenalkanku pun pada kawan-kawannya, salah satu dari beberapa orang kawannya pun sedikit akrab denganku. Entah mengapa aku malah menceritakan banyak hal lebih banyak ke salah satu kawannya dibanding ke dia dan kawannya pun ternyata kekasihnya orang yang ku kenal juga walau dia terkadang tidak mengakuinya. Oh dunia begitu sempit terasa. Kita sempat bertemu beberapa kali sekadar berbincang langsung, ku pikir diapun kawan yang menyenangkan. Ingat, menyenangkan tidak selalu menenangkan.

Kita semua pada awalnya memang tidak ada orientasi apa-apa dan belum ada apa-apa, tapi kalau memang tidak ada apa-apa pria pertama dalam ceritaku ini mengapa harus marah ketika aku akrab dan bertemu dengan pria kedua.
Kita memang tidak dapat mengontrol perasaan kita sendiri terlebih perasaan orang lain. Apalagi jika sudah ada kata terlanjur, terlanjur nyaman misalnya, akupun sebenarnya takut, takut menyakiti atau malah takut punya perasaan lebih ke salah satu di antaranya. Biarlah orang lain saja yang tak tegas pada perasaannya, sedang aku tidak. Demi menyelamatkan perasaan sendiri dari hal-hal yang tidak diingini, lebih baik diri kita sendiri yang patahkan dari pada orang lain yang lakukan, mungkin menyingkir salah satu caranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar