Senin, 25 April 2016

Hakikat Menikah di Mata Para Pencibir



Saya percaya bahwa pertemanan itu seperti jodoh, bukan mengclusterkan tetapi memang begitu lah adanya, kita akan bersama dengan orang yang menerima dan tentunya sefrekuensi dengan kita.

Sudah lama tidak bertemu, komunikasi pun seadanya, tapi saya dan Mardiana punya cara tersendiri untuk saling mensupport yakni dengan mengapresiasikan karya satu sama lain.

Semalam saya membaca sebuah tulisan di blognya yang berjudul Pelabelan Perempuan Kebanyakan Memilih-Milih Jodoh serta merta pun saya menulis tulisan ini karena merasa sepaham dan ingin menambahkan.

Menikah adalah produk kebudayaan paling dungu yang dibuat manusia, kalimat itu yang selalu saya gaungkan walau ketika terjadi perdebatan, saya tidak bisa lebih tepatnya tidak ingin melanjutkan pertanyaan mengapa banyak orang dengan jawaban karena.

Manusia diciptakan indera untuk berbicara walau kiranya kita sadar yang lebih sering terdengar adalah nada sumbang dari pada yang indah-indah.

Kawan saya menikah dengan pria asing, sahabatnya sendiri yang bilang ia hanya ingin mengincar harta.
Teman saya belum menikah di usia yang tak lagi muda, orang bilang bisa saja ia tak laku atau lebih sering menutup diri dari pergaulan.
Saudara saya melakukan resepsi, kata keponakannya yang lain sambil berbisik; dandanannya tak membuatnya pangling.
Tetangga saya yang lainnya menikah, tetangga seberang rumahnya berkata; masakannya sudah habis sebelum waktunya, mana rasanya hambar.
Lalu ada lagi sekelompok ibu-ibu fanatik yang berdiri di depan gerobak sayur di depan rumah berkata; pasangan itu tidak lelah tinggal bersama terus tanpa adanya ikatan pernikahan?

Kita hidup di mana hanya mendengarkan omongan orang, itu mungkin salah satu yang menjadikan saya tumbuh sebagai pribadi yang sangat cuek malah terkadang cenderung apatis dan tidak pernah mengurusi orang lain terutama tentang ke-Tuhanan dan moral.

Cerita di atas menggambarkan bagaimana kita serba salahnya dalam menjalani hidup untuk menempuh hidup baru itu sendiri.

Lantas saya berpikir dari pada orang lain mencibir setengah-setengah lebih baik saya kasih sajian utama yakni dengan suatu saat jika saya menikah nanti mungkin tidak akan ada orang yang saya undang dan kalau perlu punya suami lebih dari satu atau malah menikah tetapi masih dalam keadaan menjaga keperawanan, lalu omongan lainnya yang akan timbul adalah siapa yang mandul laki-laki atau perempuannya kah?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar