Jumat, 20 Mei 2016

Apakan Seorang Anak Harus Sekolah?



Jika kau menakar sebuah usia..

saya pada waktu itu bersekolah dasar di sepanjang momok mister gepeng di kamar mandi perempuan sehari-hari terdengar. Kamar mandi Sekolah Dasar saya kotor, bau dan gelap. Sehingga saya mendapati beberapa kawan saya lebih memilih menahan rasa buang airnya dari pada membuangnya. 

Banyak hal yang tidak bisa saya mengerti sampai saat ini tentang keberadaban sekolah, di mana buang air besar ketika jam pelajaran dan izin ke guru merupakan tindakan paling memalukan kala itu, hingga saya rela membuang kotoran saya sendiri di rok dan menuduh kawan saya pelakunya.

Di luar itu saya merasa sekolah bukan tempat yang tepat bagi saya, karena pembunuhan karakter terjadi di sana. Menginjak kelas satu, saya ingat betul ketika guru saya memarahi hanya karena saya cadel, seolah olah saya tidak bisa mengeja dan membaca dengan benar. Padahal cadel bukan lah sesuatu kesalahan, sehingga saya berlatih tiap hari agar tak cadel lagi dan saya sembuh walau cadel bukanlah penyakit tetapi mereka menyuruh saya menghilangkannya. Atau seseorang yang makan menggunakan tangan kiri dicap tak sopan dan harus menulis serta melakukan segala aktivitas menggunakan tangan sesuai standar, yakni tangan kanan.

Saya juga tak pernah lupa ketika nilai matematika saya jelek sewaktu kelas tiga, saya dicap siswi yang bodoh hanya karena tak pandai berhitung, terasa sangat tidak adil sekali pikirku, Para guru itu tidak melihat mungkin seorang anak punya potensi di bidang lain, mengapa kecerdasan intelektual kadang hanya dilihat dari dia mahir berbahas asing atau tidak.

Lalu hanya di sekolah kita bisa melihat dinding minoritas berdiri tegak, yang fisiknya berbeda akan selalu diolok dan jadi bulan-bulanan siswa lainnya. Tidak hanya karakter, ternyata mental mu pun terbunuh di sekolah.

Setelah besar kita masih saja dijajah orangtua dengan harus berkuliah di jurusan dan tempat yang mereka kehendaki padahal jauh dari renjana kita sendiri.

Sekarang saya sadar bahwa semua orang dewasa membiarkan anaknya menjadi siapa saja, kecuali menjadi dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar